Article Detail

Bila Disana Kutemukan Cinta

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat semester ini dimulai. Kali ini mengambil lokasi dan target berbeda meskipun dengan personil yang sama, formasi Guru Kecil Santos. Pasar Keputran menjadi lokasi pilihan kami, dengan sasaran warga sekitar sungai dan pasar. Tepatnya di pemukiman yang entah layak atau tidak disebut pemukiman.

Setelah dua kali observasi lokasi, menyaksikan dan mendengar apa yang akan kami jumpai nanti tidak membuat kami gentar. Tak ada pilihan lain selain membuat mereka menyaksikan bahwa diluar mereka ada dunia yang lebih baik dan lebih indah. Ada sekitar 20 anak dengan variasi usia, antara 2-5 tahun, 6-12 tahun, dan 13-18 tahun, yang kehilangan banyak hal karena kerasnya kehidupan yang harus mereka lalui. Ini adalah tantangan, ketika kami harus merelakan diri kami berbaur dengan kotor dan bau tubuh  anak-anak ini. Mereka adalah anak-anak putus sekolah karena jarak tempuh sekolah gratis tempat mereka belajar di wilayah Pakis Gunung harus ditempuh dengan transportasi yang kemudian menjadi alasan mereka putus sekolah : tidak punya biaya transportasi.

Pemberdayaan Masyarakat dimaksudkan untuk memberikan sumbangsih kepada masyarakat yang membutuhkan dengan segala daya upaya yang kami miliki. Maka kesempatan kali ini kami tidak menawarkan materi seperti kebanyakan sekelompok orang yang datang dengan materi yang menggiurkan dan membuat kehidupan di tempat ini tidak pernah beranjak. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang hidup dengan mengandalkan belas kasihan orang yang datang, tidak memiliki daya juang untuk melawan kerasnya hidup, melepas atau sekedar memutus mata rantai kemiskinan yang seolah tidak pernah putus-putus.

Dari obrolan kami dengan warga sekitar yang menjadi sasaran kegiatan kami nanti, selama dua kali observasi, anak-anak ini adalah anak-anak yang berjuang menopang hidupnya sendiri. Mereka bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri, ketika kami bertanya kemana orangtuanya, mereka menjawab “ada di rumah bersama kami”. Apa gerangan yang dilakukan orangtuanya hingga membuat anak-anak usia belia ini harus menopang sendiri nyawanya?. Tengah malam disaat semua orang terlelap, anak-anak ini bergerilya mencari sayuran yang dibuang karena sedikit rusak tapi bukan busuk, atau sayuran yang jatuh dari truk pengangkutnya ketika memasuki pasar untuk diambil para pedagang sayur. Sementara yang lain berdagang dengan membeli barang dagangannya, anak-anak ini bukan membeli tetapi menunggu jika ada sayuran yang bisa mereka pungut untuk kemudian mereka jual dengan menjajakannya pada siapa yang membutuhkan, pagi harinya. Maka pukul 6 pagi anak-anak ini baru beranjak ke pembaringan mereka yang tak layak disebut sebagai pembaringan, mereka tertidur karena kelelahan di selasar pasar, di pinggir selokan pasar, di trotoar pasar, dimanapun mereka dapat merebahkan diri untuk sekedar memejamkan mata.

Ketika kami tiba pukul 8 pagi, kami tak menjumpai seorang anak pun. Tentu saja mereka belum bangun dari tidur lelapnya yang baru beberapa jam mereka nikmati. Kami rela menunggu hingga kami boleh sekedar berjumpa dan bercerita. Maka kami jumpai belasan anak sekitar pukul 9 dengan kondisi bangun tidur masih terkantuk-kantuk, dengan badan dan pakaian yang lusuh dan bau, tanpa alas kaki, dengan gontai mereka menemui kami mungkin di benaknya “mau apa kalian ini?”. Saya ajak mereka untuk melepaskan kerinduan mereka belajar di bangku sekolah. Senangnya ketika kepada mereka saya berikan selembar kertas dan spidol warna warni dan meminta mereka menggambar atau menuliskan apa yang ingin mereka tuliskan. Terlihat mereka sangat rindu dengan suasana belajar itu.

Sambil menuliskan nama mereka dan menggoreskan beberapa kalimat yang sulit dimengerti, kami ngobro. Dalam obrolan itu kami berharap kami jadi tahu apa yang mereka butuhkan. Kami datang membawa mimpi yang akan bersama kami rajut dan kami raih. “Pengen belajar memasak, Kak” ujar kakak adik Lia dan Santi suatu kali, anak berusia 16 dan 18 tahun yang putus sekolah. Maka kami coba memenuhi apa yang mereka butuhkan. Kami coba menopang dengan apa yang kami bisa dan kami punya. Sejuta rencana dengan harapan kami sungguh mampu bersama mereka, minimal mengubah pola pikir mereka, demi kehidupan mereka yang lebih baik. Sekali lagi kami tidak menawarkan materi, kami menawarkan kasih sayang, hati dan pikiran kami untuk kehidupan mereka yang lebih baik. Mungkin terlalu muluk tetapi kami yakin kasih sayang mengalahkan segala kelemahan.
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment