Article Detail

Letjen Ahmad Yani dan G30S/PKI

Letjen Ahmad Yani dan G30S/PKI

Oleh: Yohanes Paulus Dewa Made Mazmur Nusantara Raya

Peristiwa berdarah G30S/PKI yang dilancarkan pada 30 September 1965 memakan 7 korban, 6 Jenderal dan 1 Perwira. Salah satu korban dari 6 Jenderal tersebut adalah Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani. Lahir dari pasangan Sarjo bin Suharyo dan Murtini pada 19 Juni 1922. Sejak kecil, Pak Yani dan keluarganya merantau ke Bogor mengikuti tugas sang ayah. Pak Yani mengawali pendidikannya di HIS (sekarang adalah SD) di Bogor dan selesai pada tahun 1935. Setelah lulus dari HIS, Pak Yani melanjutkan sekolahnya ke MULO, Bogor dan lulus pada tahun 1938. Kemudian, beliau lanjut ke AMS dan hanya bersekolah hingga kelas dua. Di AMS, Pak Yani mengikuti program wajib militer yang diharuskan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Beliau mengikuti wajib militernya pada Dinas Topografi Militer di Malang dan dilanjutkannya di Bogor. Pada waktu itulah, Pak Yani mengawali karir militernya dengan pangkat Sersan. Setelah pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942, Pak Yani mengikuti pendidikan Heiho di Malang dan menjadi tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Selama berkarir di dunia kemiliteran, Pak Yani juga menorehkan catatan prestasi yang menganggumkan, seperti pada saat Agresi Militer I, Pak Yani yang diangkat diangkat menjadi Komando TKR Purworejo berhasil menahan Belanda di daerah Pingit. Ahmad Yani baru mendapat gelar Letnan Jenderal ketika beliau ditugaskan di Tegal, Jawa Tengah ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Nama Ahmad Yani mulai banyak terdengar ketika beliau berhasil menumpas pasukan DI/TII dengan pasukan khususnya yang diberi nama “Banteng Raiders”. Pada Desember 1955, Pak Yani berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar di CSGC (Command and General Staff College) di Kansas selama 9 bulan. Setelah belajar di CSGC selama 9 bulan, Pak Yani mengikuti pendidikan lagi di Special Warfare Course di Inggris selama dua bulan. Pada tahun 1958, beliau kembali mencatatkan prestasi ketika berhasil dalam Operasi 17 Agustus, dimana beliau memimpin pasukannya dalam melawan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia di Sumatra Barat. Kemudian, pada 23 Juni 1962, Ahmad Yani akhirnya dilantik menjadi KSAD atau Kepala Staf Angkatan Darat, yang menjadi pangkat terakhir dalam hidupnya. Lalu, mengapa Ahmad Yani dan kawan-kawan seperjuangannya diculik dan dibunuh? Dilansir dari kompas, Ahmad Yani dan enam korban lainnya dibunuh karena para pasukan Tjakrabirawa merasakan akan adanya kudeta yang dilakukan oleh para Jenderal atau yang lebih dikenal dengan “Dewan Jenderal”. Maka dari itu, mereka berencana untuk menculik para Jenderal. Pada awalnya, tidak ada rencana untuk membunuh para Jenderal. Namun, ketika pasukan Sersan Kepala Bungkus tiba dirumah Ahmad Yani, mereka meminta Ahmad Yani untuk ikut mereka. Ketika Ahmad Yani meminta waktu untuk mandi dan ganti baju, salah satu dari pasukan penjemput itu menolaknya dan membuat Ahmad Yani menamparnya. Melihat itu, prajurit lain dari pasukan penjemput tersebut melepaskan tembakan kearah Pak Yani dan akhirnya membunuhnya. Jasad Ahmad Yani kemudian dibawa menuju lubang buaya dan dimasukkan kedalamnya. Ahmad Yani wafat pada 1 Oktober 1965 dan dianugerahi gelar pahlawan revolusi 


Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment