Article Detail
Kenapa Kita Susah Jujur Sama Diri Sendiri?
Anda pasti pernah ditanya, berapa tinggi badan Anda? Berapa berat badan Anda? Mungkin dari pertanyaan sederhana dan sepele itu Anda pasti nambah sedikit kan ukuran tinggi badan atau menurunkan berat badan ketika ditanya oleh orang lain. Atau seperti saya ketika ditanya berapa tinggi badan loe, kan gue juga gak mau kelihatan pendek amat, tinggi badan saya sebenarnya 169,3 cm ya sudah lah saya bulatkan 170 cm ketika ditanya oleh orang lain. Toh itu juga tidak mempengaruhi hidup gue atau pun orang lain. Bohong-bohong kecil seperti itu sebenarnya sering kita lakukan setiap hari, mulai dari berat badan, tinggi badan, sampai ketika ada orang yang bertanya kamu tidak apa-apa??! Kita akan menjawab gak kok aku gak apa-apa. Padahal kamu tahu pasti dengan dirimu sendiri ada sesuatu hal yang mengganggumu.
Nah, kalau sebagai pelajar contoh ekstrimnya ketika Anda tidak ikut zoom tetapi Anda ngeyel ikut zoom. Bahkan ketika ditanya oleh wali kelas Anda kenapa kok tadi tidak ikut zoom? Alasan yang Anda buat untuk menyelamatkan diri supaya tidak dianggap absen adalah karena jaringan trouble, tetapi ketika wali kelas bertanya kembali jaringan trouble kok tiap hari. Pastinya Anda akan membuat alasan baru lagi. Maka, satu kebohongan memunculkan kebohongan baru lagi untuk menutup kebohongan tersebut. Sebenarnya kalau Anda jujur pada diri sendiri, Anda malas ikut zoom tetapi Anda juga tidak mau kalau orang lain memandang Anda sebagai pemalas. Itu contoh ekstrim dari sudut pandang siswa.
Contoh ekstrim dari orang tua, ketika wali kelas atau bapak/ibu guru menginformasikan mengenai agenda PJJ. Informasi yang diberikan belum dibaca tetapi orang tua sudah mengajukan pertanyaan, kenapa kok zoomnya belum di buka? Padahal jelas-jelas bahwa agenda PJJ hari itu tidak ada zoom. Atau sebaliknya ikut zoom bahkan mengatakan guru yang bersangkutan mengabsennya. Realitasnya informasi yang disampaikan oleh bapak / ibu guru hanya dilihat tetapi tidak dibaca dengan cermat bahwa ada agenda mengerjakan di google classroom dan tidak ada zoom. Rendahnya tingkat literasi orang tua akan berdampak pula rendahnya literasi pada anak. Kok bisa?? Jelas bisa, karena keluarga adalah tempat pertama dan terutama dalam pendidikan. Maka orang tua adalah contoh utama bagi anak-anak tentang literasi. Bila orang tua malas berliterasi maka anak juga akan mengambil jalan pintas yaitu bertanya sebelum membaca. Maka pepatah buah jatuhnya tidak jauh dari pohonnya akan berlaku dalam hal ini. Pengajuan pertanyaan orang tua tentang PJJ, atau pembelaan orang tua bahwa anaknya mengikuti PJJ adalah realitas yang menunjukkan orang tua yang malas membaca informasi. Bila orang tua mau jujur, sebenarnya lelah terhadap situasi pandemi seperti sekarang ini. Pengajuan berbagai macam pertanyaan tanpa membaca informasi dengan baik sebagai bentuk ingin didengarkan dan diperhatikan.
Menjadi tidak seimbang bila saya tidak memberikan contoh ekstrim dari sisi guru. Kebahagiaan seorang guru adalah mempunyai murid yang cermat, cerdas dan tanggap situasi. Murid yang demikian akan berani menyampaikan kritik yang sopan dan santun terhadap gurunya. Ketika seorang siswa mencermati soal yang diberikan oleh gurunya dan soal itu ada kejanggalan, dengan sopan mengatakan kepada bapak/ibu guru, “Maaf bapak/ibu jawaban dari soal nomor sekian harusnya ini bukan itu”. Pada umumnya guru langsung menjawab, “Oh ya betul terima kasih ya nak”. Sebenarnya sikap demikian ini bukti bahwa seorang guru malas untuk cross check jawaban yang benar dan memberikan penjelasan kepada anak. Seharusnya ketika siswa menemukan kejanggalan pada soal, guru menanggapinya dengan mengatakan, “baik terima kasih untuk koseksinya, saya cek dulu”. Nah setelah dicek guru memberikan penjelasan mengenai kebenaran atau kesalahan dalam koreksi yang ditemukan oleh anak
Penipuan-penipuan kecil sehari-hari yang kita lakukan dalam psikologi disebut dengan self deception (penipuan diri). Penipuan diri adalah proses menyangkal atau merasionalisasi relevansi, signifikansi, atau pentingnya bukti yang bertentangan dan argumen logis. Penipuan diri melibatkan meyakinkan diri sendiri akan kebenaran sehingga orang tidak mengungkapkan pengetahuan diri tentang penipuan itu. Gampangnya self deception itu usaha yang kita lakukan untuk membohongi diri kita sendiri. Kenapa sih kita harus membohongi diri sendiri?? Sebenarya self deception masuk dalam self defense system alias mekanisme pertahanan diri. Kita berbohong pada diri kita sendiri untuk meyakinkan diri yang sebenarnya kita tahu bahwa itu salah. Hal itu kita lakukan untuk melindungi diri kita sendiri contoh kita menaikkan tinggi badan atau menurunkan berat badan supaya kita kelihatan “Ok” dibandingkan dengan diri kita yang sebenarnya. Kalau kita tidak bohong kita merasa nilai diri kita kurang karena suka tidak suka fisik adalah bagian dari diri kita yang kita terima. Kebohongan yang kita lakukan pada dasarnya adalah pilihan yang kita buat itu salah. Kalau kita sadar bahwa pilihan itu salah sehinga kita merasa buruk akan pilihan yang kita ambil, kita bisa mengambil pilihan yang lebih baik tetapi justru mengambil pilihan yang salah. Gue sudah melakukan kesalahan sehingga membuat hidupku ambyar, menerima itu kan susah bahwa secara aktif sadar menyakiti dan merusak hidup kita sendiri. Jadi lebih mudah mengatakan pada diri sendiri, “Ya memang saya tidak punya pilihan lain, memang ini pilihan satu-satunya”. Ya contohnya ketika tidak mengikuti zoom, dengan memberikan alasan yang masuk akal supaya tidak kelihatan buruk terhadap penilaian diri sendiri. Kenyataannya tidak mudah menerima kebohongan-kebohongan dari diri sendiri, memang tidak semua kebohongan itu mempunyai efek yang buruk untuk jangka panjang, seperti contoh penambahan tinggi badan atau menurunkan berat badan. Ketika kita mengatakan pada diri sendiri, gue nggak punya pilihan lain, maka saya ngejalani hidup saya seperti ini. Padahal dalam jangka panjang membuat kita tidak bisa keluar dari pilihan ini, tentu saja menerima pilihan bahwa pilihan kita saat ini “Itu salah” itu berat. Mengakui bahwa kita ini salah langkah, salah pilih itu sangat berat untuk diri kita. Tapi kalau pilihan itu tidak diganti maka akan lebih berat lagi dan itu buruk untuk ke depannya. Self deception ini perlu disadari sungguh bahwa kebohongan-kebohongan kecil yang Anda lakukan mampu merusak masa depan dalam jangka waktu yang panjang. Penipuan ini dilakukan dengan latar belakang yang sama: tidak ingin mengakui bahwa ada yang tidak bisa kita lakukan. Namun, tujuannya berbeda-beda, tergantung situasinya. Bisa jadi baik, bisa jadi buruk.
Self deception :
Melindungi dari perasaan bersalah karena dari kecil kita sudah terbiasa merasa bersalah untuk kesalahan-kesalahan kecil. Nah buat kita yang dari kecil sudah terbiasa sedikit-sedikit disalahkan, padahal tidak salah-salah banget tapi dikondisikan menjadi merasa sangat bersalah sehingga merasa tidak berdaya. Itu kalau membuat kesalahan kecil, gimana kalau membuat kesalahan yang besar? Misalnya salah membuat pilihan hidup. (Albert)
-
there are no comments yet